Peningkatan Kemampuan: Transformasi Digital Adalah Tranformasi Ekonomi Untuk Setiap Orang

 |   vishnum

Dalam seri Asia Vision Series, Microsoft mengeksplorasi tren dan masalah utama dalam industri bersama para ahli yang visioner. Michelle Simmons – General Manager, Southeast Asia New Markets, Microsoft Asia Pacific – mengatakan bahwa membangun pengetahuan digital di negara-negara berkembang sangat penting untuk transformasi ekonomi dan bisnis. Dia juga melihat bagaimana para siswa dan pekerja saat ini mendapatkan keterampilan baru untuk bersaing di masa depan.

Apakah tranformasi digital menjadi sesuatu yang harus ditakuti atau diterima? Apakah ini menciptakan lapangan pekerjaan atau malah menghancurkan? Ini menjadi pertanyaan besar dalam menghadapi dunia modern. Dan bagaimana jawabannya bergantung pada lokas Anda di dunia ini.

Di negara maju – dimana gangguan digital mulai menggeser pekerjaan, sektor, dan industri dengan cepat – ada proses pencarian jati diri di dalamnya. Akan tetapi, di negara-negara berkembang – dimana infrastruktur dan warisan industri kelas atas hampir tidak ada – masih banyak harapan, dan bahkan antusiasme untuk perubahan, kata Michelle Simmons, General Manager, Southeast Asia New Markets, Microsoft Asia Pacific.

“Teknologi sedang sangat dipuja di negara-negara ini karena dipandang sebagai sebuah cara untuk mengubah ekonomi dan bisnis,” katanya. “Transformasi digital berpotensi memberdayakan jutaan orang untuk meraih lebih banyak. Potensinya untuk tiap wilayah bisa sangat besar. Jika dilakukan dengan benar, transformasi digital akan sama halnya dengan transformasi ekonomi, dan itu akan menjadi transformasi untuk setiap orang.”

Pertumbuhan ekonomi di seluruh Asia Pasifik terus berkembang selama bertahun-tahun berkat tenaga kerja yang relatif murah dan berpendidikan rendah di sektor pertanian dan di sektor manufaktur. Strategi ini telah membuat ekonomi mereka lebih kuat, namun hanya bisa bertahan sejauh ini. Mereka sekarang menyadari bahwa mereka harus membangun kemampuan teknologi sehingga mereka dapat melakukan pembaharuan agar memiliki industri berbasis pengetahuan yang lebih produktif dengan tenaga kerja yang juga berbasis ilmu pengetahuan yang memahami dunia digital.

Tantangan utama dalam meningkatkan keterampilan para pekerja secara digital kurang lebih sama di negara maju dan negara berkembang. Namun, di negara maju, “tidak ada rasa takut tentang kurangnya lapangan pekerjaan. Ini hanya bagaimana kita meyakinkan setiap orang, individu, dan para pemuda untuk menanamkan keyakinan bahwa mereka memiliki keterampilan untuk setiap pekerjaan,” tutur Michelle.

Kesenjangan keterampilan digital merupakan prioritas masalah dalam pembangunan ekonomi. Dan, perusahaan teknologi – seperti Microsoft – bisa membantu. Diantara para pendukung terbesar dalam ranah melek digital adalah para penduduk muda di tiap daerah yang berharap dapat membangun karir ditengah perekonomian yang secara tradisional hanya menawarkan beberapa kemungkinan di pabrik atau peternakan. “Lebih dari setengah milenial dunia tinggal di Asia Pasifik. Dan itu adalah kesempatan besar jika kita dapat memanfaatkan kemampuan mereka, memperkenalkan mereka pada teknologi, (dan) mendapatkan akses terhadap teknologi. ”

Menambahkan pentingnya tujuan ini adalah tingkat pengangguran pemuda yang masih tinggi di negara-negara berkembang di Asia, yang diperkirakan akan terus meningkat menjadi tiga kali lebih besar daripada tingkatan secara global. “Ketika kamu memiliki tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan memiliki tingkat pengangguran pemuda yang tinggi, itu menjadi permasalahan utama yang ada di banyak negara.”

“Jadi kita bekerja sama dengan beberapa NGO untuk membantu proses pelatihan keterampilan generasi muda, dalam meningkatkan keterampilan digital mereka. Kami tahu bahwa hari ini, sekitar 50% pekerjaan memerlukan keterampilan di bidang teknologi. Dimana tiga tahun kedepan, hal tersebut akan meningkat menjadi lebih dari 75%. Jadi, kami berusaha membantu meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan oleh para tenaga kerja untuk memajukan perusahaan.”

Di Sri Lanka, puluhan tahun perselisihan sipil sekarang telah memberi jalan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam masa tenang dan rekonstruksi ini, Prabhath Mannapperuma, pemuda yang baru berumur 24 tahun, memimpin tim relawan teknisi yang mengajarkan keterampilan digital kepada anak-anak pedesaan dan kurang mampu. Mereka menggunakan mikro:bit, perangkat program kecil yang membuat coding menjadi menyenangkan. “Menggunakan keyboard untuk mengetik kode tidak menarik untuk anak-anak,” kata Mannapperuma, seorang profesional IT dan teknologi, yang bertekad untuk menginspirasi para generasi baru.

Pengembangan keterampilan menjadi salah satu prioritas di salah satu negara termiskin di Asia yaitu Nepal. Disini, Microsoft telah meluncurkan sebuah program pelatihan tentang penguatan ilmu pengetahuan digital yang dapat merubah kehidupan masyarakat. Santosh Thapa kehilangan rumah serta mata pencahariannya akibat gempa hebat tahun 2015 dan akibatnya ia berjuang untuk memulai kembali hidupnya. Banyak hal yang berubah setelah lulus dari pelatihan Microsoft yang mengajarkannya beberapa hal dasar terkait keterampilan digital, yang saat ini ia gunakan sehari-hari untuk melayani pelanggannya dan menjadi pesaing utama untuk para pesaingnya.

Seringkali perempuan menjadi pihak yang paling dirugikan dalam uji keterampilan. Contohnya di Myanmar, hanya 35% tenaga kerja yang merupakan perempuan. Tanpa ada kesempatan yang luas untuk meraih pendidikan, kebanyakan perempuan terlahir untuk bekerja di rumah atau di pertanian. Tetapi seiring dengan peningkatan ekonomi, hal ini berubah hampir setelah sepuluh tahun terisolasi. “Perempuan di Myanmar berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan keterampilan kerja di masa depan, jadi kita berupaya untuk menolong pengembangan keterampilan para wanita dan hingga saat ini sudah menjadi upaya yang menarik,” tutur Michelle.

Tim di Microsoft Philanthropies telah bekerja sama dengan Yayasan Bantuan dan Pelestarian Buku Buruh Myanmar dalam program Tech Age Girls-nya. Program ini bertujuan untuk memilah pemimpin wanita yang menjanjikan, berusia antara 14 sampai 18 tahun, dan memberi mereka pendidikan kepemimpinan dan keterampilan computer yang penting untuk menjadi bekal masa depan – siap menghadapi lowongan pekerjaan dalam Revolusi Industri ke-4.

Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah komunitas dengan 100 pemimpin wanita muda di setidaknya lima lokasi di seluruh Myanmar dengan keterampilan tinggi dalam dunia teknologi. Salah satu pemimpin masa depan ini adalah Thuza yang bertekad menempuh karir di ruang digital. “Sepertinya ada jalan hidup yang diharapkan oleh gadis-gadis ini secara tradisional,” katanya. “Tapi aku seorang Tech Age Girl dan aku berada di jalur yang berbeda.”

Di Bangladesh, Microsoft dan Pemerintah Bangladesh bersama-sama mengajarkan kepada ribuan perempuan mengenai keterampian hardware dan software. Banyak di antara mereka sudah bekerja di lebih dari 5.000 Digital Centers yang dikelola oleh negara, dan mendorong tiap orang untuk memanfaatkan teknologi dalam bisnis, pekerjaan dan juga sebagai studi. Hal ini diharapkan untuk mendatangkan banyak lulusan perempuan dari program latihan yang akan menjadikan dirinya digital entrepreneurs.

Di Indonesia, Microsoft bekerjasama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) untuk meluncurkan platform Generasi Bisa sebagai bagian dari komitmen untuk memotori komunitas, terutama generasi muda. Program ini memiliki peran sebagai alat untuk mengembangkan sumber daya manusia, diluncurkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, Republik Indonesia. Platform Generasi Bisa secara utuh bergantung kepada Microsoft Azure dan bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda untuk menjadi “work-ready” dan “world-ready” dengan membekali mereka dengan Kursus Online Gratis, Bursa Kerja Pemula, dan Bimbingan.

Contoh-contoh ini tidak dapat disangkal lagi dan bahkan memberi inspirasi. Namun, Michelle jelas dalam satu hal: Pengembangan keterampilan digital lebih dari sekedar kerja filantropi yang bermakna dan berdampak. Hal ini juga merupakan strategi bisnis jangka panjang yang berinvestasi besar dalam modal manusia.

Ia mengatakan bahwa Microsoft menginginkan pelanggannya untuk berkembang dan melangkah lebih jauh dengan transformasi digital. Dan untuk mewujudkan hal tersebut, mereka membutuhkan keterampilan  di bidang digital. “Ini tentang pemberdayaan individu, dan juga memungkinkan kegiatan bisnis untuk dapat menutupi kesenjangan mereka dalam rangka persaingan secara global. Dengan mengembangkan keterampilan mereka, kita dapat meningkatkan perkembangan ekomoni.”

Untuk mengikuti seri Asian Vision Series lainnya, kunjungi: https://news.microsoft.com/apac/2016/07/14/asia-vision-series/