Organisasi di Indonesia Perlu Berinvestasi dalam Budaya Kerja Baru untuk Berhasil Dalam Transformasi Digital

 |   vishnum

Studi Microsoft menemukan bahwa 57% pekerja di Indonesia berharap organisasi mereka berinvestasi dalam pengembangan budaya dan 62% berharap bagi pemimpin perusahaan untuk menutup kesenjangan keterampilan digital

INDONESIA, 26 September 2017 – Perubahan kebiasaan pekerja di Indonesia telah mengubah kebutuhan bagi perusahaan untuk menumbuhkan budaya kerja baru dalam mencapai kesuksesan transformasi digital, seperti yang dijelaskan dalam Studi Microsoft. Faktanya, 57% responden merasa bahwa ada lebih banyak hal yang dapat dilakukan oleh organisasi mereka untuk berinvestasi dalam pengembangan budaya.

Studi ini menemukan beberapa faktor berikut yang memengaruhi budaya kerja di Indonesia saat ini:

  1. Naiknya jumlah pekerja mobile dan risiko keamanan baru yang muncul karenanya: Munculnya mobilitas dan proliferasi teknologi mobile dan komputasi awan telah memudahkan pekerja untuk bekerja pada beberapa lokasi berbeda dalam berbagai perangkat. Faktanya, studi ini juga menemukan hanya 15% responden yang menghabiskan seluruh waktu bekerjanya di dalam kantor, sementara 89% responden mengaku bekerja menggunakan smartphone mereka. Hal kedua meningkatkan tantangan keamanan baru bagi organisasi.
  2. Naiknya jumlah tim yang beragam: Studi ini juga menemukan bahwa 40% pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari 10 tim yang berbeda dalam satu poin waktu. Hal ini membuat ketersediaan sudut pandang secara langsung serta alat-alat untuk berkolaborasi menjadi sangat penting untuk dapat menyelesaikan pekerjaan.
  3. Kesenjangan dalam keterampilan digital karyawan, meskipun pemimpin telah bergerak untuk menyambut transformasi digital: Saat penggunaan teknologi baru sudah diadopsi pada berbagai sektor industri, penyebarannya tidak merata. Faktanya, 62% responden merasa bahwa ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk menjembatani kesenjangan keterampilan digital diantara pada pekerja.

Linda Dwiyanti, Marketing & Operations Lead, Microsoft Indonesia menjelaskan: “Naiknya penggunaan teknologi digital, bersama dengan generasi milenial baru yang mulai bekerja, membuat sangat penting untuk mengetahui dan mengubah ekspektasi pekerja yang terus berubah, pengetahuan dan keterampilan, serta alat-alat yang mereka pakai. Dan dengan setengah populasi milenial dunia yang tinggal di Asia, lingkungan kerja perlu bertransformasi untuk beradaptasi dalam kebiasaan-kebiasaan teknologi yang digunakan oleh generasi melek digital ini. Selain itu, oleh karena adanya penyebaran teknologi maju dan baru, organisasi perlu kembali untuk mengedukasi ulang para pekerja dalam membangun keterampilan kreatif dan strategis di masa mendatang.”

Menyambut budaya kerja baru untuk kesuksesan transformasi digital

Meskipun 90% pemimpin perusahaan di Indonesia mengakui perlunya transformasi perusahaan menjadi bisnis digital untuk dapat terus sukses, sumber daya manusia tetap menjadi pendorong utama transformasi digital.

“Sumber daya manusia merupakan denyut nadi dari transformasi digital. Ekspektasi, pengetahuan dan keterampilan, serta alat-alat yang mereka gunakan untuk bekerja, merupakan faktor penentu dari level transformasi yang dapat dicapai oleh tiap organisasi. Tantangan yang kini mereka hadapi adalah bagaimana mengimplementasi cara baru untuk menciptakan budaya modern untuk memberdayakan pekerja di Asia dengan lebih baik, khususnya mereka yang bekerja di garis depan (frontline). Diperkirakan, ada dua miliar pekerja frontline di dunia, yang merupakan persentase terbesar dari total pekerja dunia hari ini,” Linda menjelaskan.

Saat ini, pekerja firstline menjadi pusat kontak pertama antara perusahaan dan dunia luar – untuk berinteraksi dengan pelanggan, mewakili perusahaan atau merek, dan menjalankan produk serta layanan.

Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh karyawan, organisasi perlu meningkatkan tenaga kerja mereka, khususnya para pekerja firstline, dengan menggarisbawahi nilai utama dari budaya kerja baru:

  • Mengoptimalkan kreativitas karyawan: Kolaborasi memotori inovasi melalui penyaluran ide-ide dan memungkinkan fleksibilitas dalam bagaimana masyarakat bekerja melalui sebuah pengalaman yang selalu terhubung, seraya bekerja tanpa hambatan menggunakan perangkat. Bagaimanapun juga, studi ini menemukan bahwa kebanyakan responden merasa terbatas dalam cara mereka bekerja saat ini, dengan 76% responden menggarisbawahi bahwa mereka masih perlu hadir secara langsung di dalam kantor karena alat-alat yang sering digunakan pekerja frontline hanya tersedia di kantor.
  • Memotori kerja dalam tim: Dengan memperlengkapi seluruh pekerja dengan sebuah alat universal yang memapukan kolaborasi, organisasi menawarkan karyawan dengan pilihan dan kepemilikan tentang bagaimana mereka bekerja sama dan berkolaborasi secara real-time. Faktanya, studi ini menemukan bahwa 56% responden menggarisbawahi akses teknologi untuk berkolaborasi dan memberikan respon dengan cepat dan akurat kepada permintaan internal dan eksternal sangatlah penting dalam pekerjaan mereka.
  • Memperkuat Keamanan: Saat ini, 78% responden bekerja menggunakan komputer yang disediakan oleh perusahaan mereka, namun 89% responden juga bekerja menggunakan smartphone pribadi mereka, yang meningkatkan risiko keamanan. Faktanya, 67% responden mengaku bahwa mereka mengecek email pribadi menggunakan perangkat yang diberikan oleh perusahaan, untuk alasan kenyamanan. Oleh karena itu, pemimpin perusahaan perlu memperkuat sistem keamanan mereka agar tidak mengancam keselamatan data-data rahasia perusahaan, namun pada sisi yang lain juga memberikan kemudahan bagi pekerja untuk bekerja tanpa halangan dan tidak menghambat produktivitas mereka.
  • Membawa Kemudahan: Dengan naiknya risiko keamanan aplikasi, perangkat, layanan dan keamanan perusahaan, muncul kebutuhan untuk menyelaraskan pengelolan TI, menghilangkan eksklusifitas layanan yang memungkinkan penyatuan data dengan cara baru untuk meminimalisir kerumitan. Faktanya, studi Microsoft Asia Pacific yang dilakukan terhadap para pemimpin TI[1] menemukan bahwa 78% ITDM di Indonesia setuju bahwa kerumitan untuk mengelola portofolio keamanan TI saat ini perlu dikurangi.

Teknologi merupakan kunci bagi pekerja firstline untuk menjadi bagian penting dalam mendorong kesuksesan transformasi digital

“Kami percaya bahwa setiap pekerja – mulai dari buruh pabrik hingga resepsionis, juga para eksekutif – dapat berkontribusi pada usaha koletif organisasi. Merupakan sudut pandang kami untuk melibatkan pekerja frontline dalam transformasi digital akan membuka kesempatan yang berlum ada sebelumnya – bagi para pekerja, perusahaan tempat mereka bekerja, dan juga industri dan masyarakat luas,” tambah Linda. “Di Microsoft, kami melihat kesempatan yang dapat dibuka menggunakan teknologi, dengan melengkapi pekerja frontline dengan alat yang tepat, seperti Microsoft 365. Pada akhirnya, proyek transformasi digital hanya bisa berhasil jika menggunakan alat dan perangkat yang tepat, untuk dimanfaatkan dan dimaksimalkan oleh para pekerja.

Microsoft telah mengumumkan ekspansi Microsoft 365, termasuk Microsoft 365 F1, yang menyediakan kemampuan yang dibangun khusus untuk membantu menumbuhkan budaya firstline, melatih dan meningkatkan kapasitas karyawan, mengubah proses bisnis menjadi digital, memberikan keahlian real-time, dan meminimalkan risiko dan biaya. Kemampuan pencarian cerdas yang baru, sebuah visi untuk komunikasi cerdas yang berpusat pada Tim Microsoft, dan peningkatan keamanan dan manajemen TI untuk membantu pelanggan tetap aman serta patuh juga diperkenalkan dalam Ignite:

Microsoft 365 F1 menghadirkan Office 365, Windows 10 dam Enterprise Mobility + Security untuk memberdayakan lebih dari dua miliar pekerja firstline diseluruh dunia, yang menjadi poin kontak pertama antara perusahaan dan para pelanggan, atau yang secara langsung terlibat dalam proses pembuatan produk.

  • Memperkenalkan sebuah visi baru untuk Komunikasi cerdas, termasuk rencana untuk membawa kemampuan online Skype for Business dalam Microsoft Teams, bersama dengan kognitif dan layanan data, membuat Teams menjadi pusat kerja kelompok untuk Office 365 yang sesungguhnya, termasuk layanan chat, suara dan video yang stabil.
  • Pengalaman pencarian cerdas menggunakan AI dan machine learning untuk memberikan hasil pencarian yang lebih relevan dimana saja, saat Anda mencari menggunakan seluruh layanan Microsoft 365.
  • Microsoft 365 menghadirkan fitur Advanced Threat Protection (ATP) yang telah diperbaharui seperti kapasitas anti-phishing yang ditingkatkan, perlindungan SharePoint Online yang lebih baik, OneDrive for Business, dan Microsoft Teams serta integrase antara identitas komputasi awan dan kemampuan deteksi ancaman identitas lokal.

Toyota Motor Manufacturing Indonesia memroduksi mobil dan suku cadang untuk pasar Asia Tenggara dan Pasar GCC yang sedang tumbuh. Perusahaan ingin memberi karyawannya sebuah alat untuk bekerja dari jarak jauh dan berbagi file dengan mudah. Bekerja dengan Microsoft Services, Toyota Indonesia mulai merevitalisasi proses lama mereka dengan mengadakan tempat kerja digital. Kini, perusahaan dan karyawannya memperoleh keuntungan dari proses arsip organisasi yang lebih baik, kemampuan kolaborasi modern, meningkatkan keamanan file – dan waktu lebih banyak untuk fokus menjadi yang terbaik di industri ini.

Dengan hampir 10.000 karyawan yang melayani pasar global, Toyota Motor Manufacturing Indonesia perlu memberikan layanan responsif, cepat, dan efisien dalam operasinya. Sayangnya, hal itu terhalang – oleh lalu lintas dan tumpukan dokumen yang mengerikan. Tim Layanan Microsoft menyarankan agar tim IT Toyota Indonesia memulai dengan penerapan Microsoft SharePoint Server 2013 dan Skype for Business Server 2013, untuk memenuhi kebutuhan mendesak akan penyimpanan dan pendistribusian file, pertemuan online, dan kolaborasi karyawan.

“Dengan menggunakan SharePoint, karyawan kini mendapatkan akses kepada informasi yang perlukan untuk dapat bekerjsa dimana saja, dengan perangkat apa saja. Hubungan kami dengan Microsoft Services telah memberikan manfaat yang sangat menguntungkan bagi perusahaan, dan kami telah mengubah cara kami bekerja. Daripada berusaha menerobos kemacetan selama berjam-jam, karyawan kami kini dapat secara efektif bekerja dari mana saja,” jelas Andhik Yoedhi: Kepala IT Toyota Motor Manufacturing Indonesia.

Memoderenisasi pekerja firstline dengan Microsoft Cloud

Untuk organisasi yang masih menggunakan Office 2007, akhir layanan akan terjadi pada 11 Oktober. Pelanggan yang masih menggunakan produk dan layanan Office 2007 disarankan untuk pindah menggunakan Office 365 atau Microsoft 365 untuk dapat terus terlindungi serta memastikan dukungan tanpa gangguan dari Microsoft.

Lucky Gani, Microsoft Office Division, Business Group Head, Microsoft Indonesia mengatakan: “Dengan alat produktivitas yang didasari oleh komputasi awan yang juga menjadi pilihan utama di antara pekerja lapangan Asia untuk mendorong kolaborasi yang lebih besar antar tim, kami mendorong organisasi untuk merekomendasikan perusahaan untuk mengambil kesempatan dalam mempertimbangkan Microsoft 365 sebagai sebuah pilihan untuk memodernisasi angkatan kerja mereka.”

Untuk memperlajari lebih lanjut tentang Microsoft 365 kunjungi https://www.microsoft.com/id-id/microsoft-365

###

 

[1] Microsoft Asia Pacific melakukan survey kepada 1.200 pemimpin TI di 12 negara, termasuk Australia, Tiongkok, Indonesia, Hong Kong, Taiwan, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. 41% responden bekerja dalam sebuah perusahaan dengan 250 hingga 499 komputer; 59% berkerja dalam perusahaan dengan 500 komputer dan lebih.

Teknologi merupakan kunci bagi pekerja firstline untuk menjadi bagian penting dalam mendorong kesuksesan transformasi digital