Adopsi Artificial Intelligence di Indonesia: Pengembangan Talenta Masa Depan

 |   Microsoft Indonesia

ss
  • Terlepas dari adanya manfaat yang jelas dalam pengadopsian teknologi, hanya 14 persen organisasi yang menerapkan AI dalam strategi organisasi mereka
  • Di Indonesia, 23 persen pemimpin bisnis sepakat hambatan utama bagi organisasi untuk berhasil menggunakan kecerdasan buatan ini adalah Keterampilan.
  • 65 persen pemimpin bisnis dan 70 persen karyawan percaya AI tidak akan menggantikan manusia, tetapi melahirkan jenis pekerjaan baru yang mengharuskan masyarakat memiliki keterampilan yang memadai

Jakarta, 12 Maret 2019Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan – AI) tidak hanya meningkatkan daya saing Indonesia melalui inovasi-inovasi yang dihadirkan oleh pelaku usaha ketika mengimplementasikan AI di setiap strateginya, tetapi juga mentransformasi masyarakat menjadi lebih kompetitif melalui perubahan-perubahan yang terjadi di ruang lingkup bisnis. Untuk dapat meraih potensi-potensi tersebut secara menyeluruh, diperlukan elemen pendukung seperti keterampilan sumber daya yang memadai untuk dapat tetap relevan di lingkungan bisnis yang berbasis AI. Hal tersebut diungkapkan oleh Haris Izmee, Presiden Direktur Microsoft Indonesia pada acara Media Briefing yang diadakan pada hari Selasa, 12 Maret 2019.

Tahun ini, Microsoft dan IDC Asia/Pasifik melakukan studi tentang adopsi AI di negara Kawasan Asia Pasifik (APAC), Future Ready Business: Assessing Asia Pacific’s Growth Potential Through AI[1] dengan menyurvei 112 pemimpin bisnis dan 101 karyawan di Indonesia. Haris mengungkapkan bahwa terlepas dari potensi ekonomi yang mampu diraih Indonesia, hanya 14% dari organisasi yang telah benar-benar mengimplementasikan AI. Rendahnya angka ini, menurut hasil penelitian disebabkan adanya perbedaan pandangan antara pemimpin dan karyawan mengenai AI, dimana masih banyak pekerja yang skeptis terhadap adopsi AI di Indonesia.

saa

Haris menambahkan, “Jika dibandingkan dengan negara Kawasan APAC dengan nilai 42%, Indonesia memiliki nilai perbaikan inovasi sebesar 57% di tahun 2021. Sedangkan untuk produktivitas karyawan di tahun yang sama, Indonesia memiliki nilai sebesar 46%, atau 10 persen lebih tinggi dari nilai negara Kawasan APAC (36%). Terlebih, saat ini kita melihat ekosistem ekonomi digital Indonesia sedang bertumbuh mulai dari kemunculan perusahaan rintisan (startup), e-commerce hingga UKM yang berkontribusi terhadap pendapatan negara. Untuk dapat terus meningkatkan pertumbuhan ini, dibutuhkan transformasi masyarakat didalamnya.”

Dalam penerapannya, AI akan menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru untuk manusia, yang bahkan saat ini belum tersedia. Adanya pekerjaan-pekerjaan baru ini turut didampingi oleh transformasi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan kerja berbasis, baik di bidang keterampilan teknis seperti pemrograman dan juga soft skills seperti keterampilan untuk beradaptasi dan belajar serta rancangan teknologi (technology design). Tingginya permintaan terhadap keterampilan soft skills ini menandakan bahwa teknologi berbasis AI masih membutuhkan peran manusia, bukan menggantikan manusia.

asa

“Pusat dari AI adalah manusia. Teknologi bertenaga AI dirancang untuk melakukan pekerjaan yang menghambat produktivitas manusia seperti pekerjaan yang bersifat repetitif. Namun, teknologi tersebut tidak dirancang untuk berinteraksi selayaknya manusia. Sehingga, keterampilan yang dibutuhkan tidak hanya keterampilan teknis ataupun mengelola data, tetapi juga keterampilan yang hanya dapat dilakukan manusia seperti keberanian mengambil inisiatif serta bekerjasama dalam sebuah tim,” ujar Haris lagi.

 

Tiga keterampilan untuk masa depan yang dibutuhkan oleh para pemimpin bisnis di Indonesia meliputi (1) keterampilan analitis, (2) kewirausahaan dan keterampilan mengambil inisiatif, serta (3) keahlian dan pemrograman di bidang Teknologi Informatika. Saat ini, permintaan akan keterampilan tersebut lebih tinggi daripada suplai yang ada. Studi ini juga mengungkap bahwa para pemimpin bisnis lebih menghargai soft skill, berbeda dengan prediksi yang diharapkan para karyawan.

Lebih lanjut lagi, hasil studi ini juga menunjukkan bahwa para pemimpin bisnis menyadari pentingnya kegiatan reskilling dan retraining demi peningkatan kapabilitas karyawan untuk tetap relevan menghadapi perubahan lanskap bisnis ini. Untuk membantu memberdayakan karyawan, 81% pelaku bisnis memprioritaskan pemberdayaan keterampilan karyawan di masa depan melalui alokasi investasi. Meski demikian, ternyata 48% pemimpin bisnis belum menerapkan rencana untuk membantu karyawan mereka memperoleh keterampilan yang tepat dan sebanyak 20% pemimpin bisnis merasa karayawan tidak tertarik untuk mengembangkan keterampilan baru. Padahal, hanya 2% karyawan yang tidak tertarik dengan pemberdayaan keterampilan baru ini.

“Bagi Microsoft, AI adalah tentang meningkatkan kecerdikan manusia, bukan menggantikan manusia secara keseluruhan. Pola pikir seperti inilah yang kami bangun dan sosialisasikan ke masyarakat. Kami melihat AI sebagai instrumen yang akan mendorong manusia untuk mampu mencapai lebih, melalui keterampilan-keterampilan baru yang dibutuhkan untuk dapat mengoperasikan teknologi tersebut.  Kami percaya dan optimis bahwa kesempatan-kesempatan yang tercipta karena AI akan memperkuat kecerdikan manusia untuk masa depan yang lebih baik, bagi semua,” tutup Haris.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan keterampilan ini, Microsoft Indonesia telah bekerja sama dengan beberapa entitas baik pihak Pemerintah maupun Swasta untuk melaksanakan program-program reskilling generasi muda Indonesia, diantaranya melalui Digital Talent Scholarship bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang pada tahun lalu telah melahirkan 1.000 lulusan yang memiliki kompetensi di bidang teknologi seperti AI, Cloud Computing, Cybersecurity, Big Data dan Bisnis Digital. Di tahun 2019, Microsoft Indonesia akan kembali mendukung Kominfo dalam program Digital Talent Scholarship yang ditargetkan untuk melahirkan 20.000 lulusan. Program Microsoft  lainnya yang juga mendukung peningkatan keterampilan digital generasi muda diantaranya GenerasiBisa! Bersama Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), Imagine Cup serta Hour of Code.

Untuk informasi lebih lanjut tentang hasil studi ini ataupun mengenai inisiatif Microsoft Indonesia untuk meningkatkan talenta digital Indonesia, kunjungi  https://news.microsoft.com/id-id/.

###

[1] Tentang studi Future Ready Business: Assessing Asia’s Growth Potential Through AI

  • 1,605 pemimpin bisnis and 1,585 karyawan berpartisipasi dalam penelitian ini, termasuk 112 pemimpin bisnis dan 101 karyawan di Indonesia

o    Pemimpin bisnis: Para pemimpin bisnis dan TI dari organisasi dengan lebih dari 250 staf disurvei. Responden adalah pengambil keputusan yang terlibat dalam membentuk strategi bisnis dan digital organisasi mereka.

o   Karyawan: Responden yang disaring memiliki pemahaman tentang AI dan tidak berperan dalam proses pengambilan keputusan dalam organisasi mereka.

  • 15 negara Kawasan Asia Pacific yang terlibat dalam penelitian ini: Australia, China, Hong Kong, Indonesia, India, Japan, Korea, Malaysia, New Zealand, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Taiwan, Thailand dan Vietnam.
  • Survei diberikan untuk industry Agrikultur, otomotif, Pendidikan, jasa keuangan, pemerintah, kesehatan, manufaktur, ritel, layanan jasa dan telko/media