Business Resilience Perlu Karyawan dan Proses yang Fleksibel

 |   Haris Izmee, President Director Microsoft Indonesia

Pelajaran dari pandemi COVID-19 menunjukkan betapa pentingnya kita harus bersiap-siap. Meskipun fokus saat ini berada di penerapan sistem kerja jarak jauh, business continuity plan (atau rencana keberlangsungan bisnis) harus jauh lebih lengkap.  Wabah virus telah menguji setiap rencana keberlangsungan bisnis di setiap industri secara global dan menunjukan saja yang harus disiapkan.

Rencana keberlangsungan bisnis sangat penting bagi perusahaan untuk bertahan di dunia yang penuh risiko saat ini. Rencana keberlangsungan bisnis yang lengkap dapat memberikan peluang kepada bisnis supaya bisa tetap beroperasi pada masa yang sulit, sekaligus melindungi reputasi merek, pelanggan, dan karyawan Anda.

Seperti apa business continuity yang efektif?

Disaster Recovery (DR) dan rencana keberlangsungan bisnis yang tradisional biasanya dibuat dengan seksama dan diuji. Tapi kadang-kadang dokumen ini dibiarkan terlantar sampai ada krisis. Bisnis seharusnya meninjau, menguji, dan memperbarui rencana ini secara teratur. Faktanya, hanya ada 12% organisasi yang siap menghadapi dampak COVID-19, menurut Gartner Business Continuity Survey baru-baru ini.

Di Microsoft, kami fokus pada pemberdayakan customer pada saat yang menantang ini. Karyawan kami selalu beroperasi dengan mode kerja yang fleksibel, dan senang pengalaman sistem dan tools kesiapan bisnis kami dapat membantu perusahaan seperti Pertamina mengatasi situasi yang berubah cepat dengan gesit dan fleksibel.

Prioritaskan Orang

Hal pertama yang perlu dilakukan pemimpin bisnis adalah fokus melindungi orang, baik secara fisik maupun secara virtual.

Selama COVID-19, pemerintah dan berbagai bisnis menerapkan kebijakan kerja jarak jauh, yang memungkinkan ribuan karyawan untuk bekerja di luar kantor dan yang paling penting, di lokasi yang aman. Selain itu, pertemuan tatap muka dihentikan atau dikurangi serta semua business travel dan kunjungan klien dibatasi sesuai dengan anjuran kesehatan setempat.

Pindah ke kerja jarak jauh juga berarti lebih banyak ancaman keamanan. Karyawan yang menggunakan berbagai perangkat untuk mengakses data dan aplikasi melalui cloud atau dari lokasi dengan tingkat keamanan berbeda, risiko serangan siber bisa meningkat tinggi. Kami mengamati lonjakan kasus phishing, ransomware, dan penipuan bertema COVID-19.  Sebuah studi industri menunjukkan peningkatan 677% serangan COVID-19 terkait serangan spear-phishing antara Januari dan Maret.

Faktanya, Indonesia tercatat memiliki tingkat kasus malware tertinggi, yaitu 10,68 persen pada 2019. Negara ini juga terdaftar memiliki tingkat kasus ransomware tertinggi ke-2 di seluruh wilayah Asia Pasifik, yaitu 0,14 persen. Ini 2,8 kali lebih tinggi dari rata-rata regional.

Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman keamanan siber, organisasi dan bisnis dapat menggunakan Identity and Access Management (IAM) berbasis cloud serta Customer Identity and Access Management (CIAM) untuk melindungi proses komunikasi dan distribusi informasi.

Selanjutnya kami menyiapkan tools, informasi dan pola pikir untuk membuat bisnis tangguh, fleksibel, dan produktif. Salah satu tantangan utama dalam menerapkan kerja jarak jauh adalah memastikan kolaborasi yang efektif dan lancar meskipun tim bekerja dari lokasi berbeda. Ini dapat dicapai dengan bantuan sistem kerja jarak jauh yang juga membantu meningkatkan produktivitas, seperti Microsoft 365 dan Microsoft Teams. Di seluruh dunia kami melihat lonjakan penggunaan Teams yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan sekarang memiliki lebih dari 44 juta pengguna setiap hari. Kami bangga Microsoft dapat membantu selama masa-masa yang sulit ini.

Fokus pada proses tangguh dengan menggunakan teknologi digital

Faktor penting lain untuk membangun kelangsungan bisnis yang lebih baik adalah mendigitalisasi organisasi dan semua proses.

Organisasi perlu mendukung dan memungkinkan proses penting untuk beroperasi secara virtual, termasuk fungsi seperti layanan pelanggan, produk, rantai pasokan, keuangan, pembayaran, SDM, kesehatan, benefits, pembayaran, dan layanan dukungan lainnya. Semua ini dapat dicapai dengan menjadi cloud-centric, yang sebenarnya tidak serumit yang Anda bayangkan.

Pelajaran terbesar tahun ini adalah bagaimana kelangsungan bisnis harus juga fokus pada kesejahteraan. Teknologi pasti bisa membantu. Bisnis harus memberi tim SDM alat yang tepat untuk mengakses laporan, melihat talent pool yang ada, memprediksi churn karyawan. Sistem ini juga harus bisa mengidentifikasi karyawan yang kemungkinan terkena dampak penyakit karena riwayat kesehatan mereka supaya dukungan tambahan bisa diberikan untuk membantu mencegah penyakit yang lebih serius.

Empati adalah kunci dalam realitas baru kerja jarak jauh jangka panjang

Sekarang, semua orang fokus untuk kembali ke kehidupan dan bisnis yang “normal”, tetapi COVID-19 mengingatkan bahwa secara kesinambungan bisnis harus direncanakan untuk saat-saat yang tidak normal. Satu pembelajaran besar adalah dampak perpanjangan sistem kerja jarak jauh untuk organisasi dan pentingnya perencanaan untuk periode gangguan jangka panjang.

Untuk bertahan jangka panjang, Anda tidak hanya perlu memberi dukungan tambahan kepada orang-orang Anda, tetapi juga empati.

Pada masa yang penuh ketidakpasian dan menegangkan ini, para pemimpin dan manajer bisnis harus memimpin dengan empati untuk menjaga kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan tim. Dengan adanya pekerjaan jarak jauh, ini berarti anak-anak akan belajar di rumah dan kurangnya kontak fisik dengan anggota keluarga besar, teman dan kolega lainnya.  Ini penting bagi kita untuk menjaga mental, serta kesehatan fisik kita.

Dunia sudah berubah.  Begitu perusahaan mulai kembali beroperasi dan bekerja jarak jauh menjadi norma baru, para pemimpin bisnis juga harus memberikan dukungan penuh kepada karyawan mereka saat kita beralih ke fase baru di dunia bisnis ini.