Sembilan Talenta Muda dari Universitas Indonesia Berdayakan Bangsa dengan UAV Berteknologi Microsoft

 |   Indonesia News Center

Read the English version here

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) alias pesawat tanpa awak awalnya dikembangkan untuk tujuan militer. Namun, pesawat ini juga memberikan berbagai manfaat di luar medan perang, termasuk tetapi tidak terbatas pada tujuan komersial, ilmiah, dan rekreasi. Dari layanan publik jarak jauh, foto dan rekaman video di udara, pengumpulan data, hingga agrikultur, UAV menjadi pilihan yang lebih aman, cepat, dan murah dibandingkan kendaraan berawak. Dengan meningkatnya tren UAV, pasar UAV global diproyeksikan tumbuh lebih dari 8% (Compound Annual Growth Rate) hingga 2026*.

Berikut adalah kisah bagaimana sembilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mulai memberdayakan Indonesia dalam industri UAV, di sela-sela kelas daring mereka.

Mereka adalah Luthfi Aldianta, Adam Ilham Maulana, Anindya Samiya Artanti, Daniel Martua Matthew Simatupang, Muhammad Luqman Sugiyono, Muhammad Rizky Millennianno, Pramudita Bintang Al Hakam, Raditya Aryaputra, dan Shang Welly Chin – mahasiswa Fakultas Teknik (FT) serta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI yang menghabiskan beberapa bulan di 2021 untuk merancang sebuah UAV. Dengan nama tim Autonomous Unmanned Aerial Vehicle Universitas Indonesia (AUAV UI), kesembilan mahasiswa tersebut merancang UAV dengan teknologi Microsoft untuk melaksanakan dua fungsi: melakukan pemetaan area dan penurunan muatan, yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data bagi berbagai industri.

Bersama-sama, mereka memiliki visi yang sama untuk mengembangkan industri robotik Indonesia dan mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Oleh karena itu, ketika kompetisi UAV Teknofest Internasional diadakan, mereka menantang diri sendiri untuk mengikuti kompetisi tersebut. Teknofest adalah salah satu kompetisi UAV terbesar di dunia, sekaligus festival penerbangan, kedirgantaraan, dan teknologi pertama serta satu-satunya di Turki.

“Kami berasal dari latar belakang yang berbeda. Beberapa dari kami belajar teknik mesin, industri, dan elektro, sementara yang lainnya belajar matematika dan fisika. Tapi kami memiliki ketertarikan yang sama di industri robotik, terutama penerbangan. Dengan komunitas robotik yang dibentuk alumni UI beberapa tahun lalu, kami merasa ini adalah tempat yang tepat bagi kami untuk mengembangkan keterampilan kami di bidang yang kami minati. Selain itu, industri UAV masih memiliki ruang pengembangan dan potensi yang besar. Bidang ini memberikan peluang yang luas bagi kami untuk menghadirkan terobosan-terobosan teknologi baru yang dapat membantu masyarakat Indonesia secara luas,” ujar kapten tim, Luthfi Aldianta.

Pada gelarannya di 2021, Teknofest membuka lebih dari 30 kategori, termasuk transportasi pintar, kecerdasan buatan dalam bidang kesehatan, serta UAV. Kompetisi di kategori UAV dibagi lagi menjadi dua divisi: sayap tetap (fixed wing) dan sayap putar (rotary wing). UAV sayap tetap mengacu pada pesawat tanpa awak dengan sayap yang tidak bergerak, seperti pada pesawat biasa. Sementara UAV sayap putar menggunakan bilah berputar yang biasanya digunakan untuk helikopter.

“Kami mengikuti divisi sayap tetap dan kompetisinya dibagi menjadi tiga tahap. Yang pertama adalah evaluasi desain konseptual dan yang kedua adalah ketika kami harus menyerahkan laporan desain rinci serta video penerbangan. Dua tahap pertama dilakukan di negara asal, dan kami mencatatkan hasil yang luar biasa. Berkat itu, kami melangkah ke tahap terakhir: minggu kompetisi pada 13-18 September 2021 di Bursa, Turki,” kata Luthfi.

Di antara 250 lebih tim terdaftar yang mengikuti kompetisi, tim AUAV UI menjadi salah satu dari 50 tim yang berhasil melaju ke babak final dan pergi ke Turki.

Kerja keras dan cerdas di balik UAV

Dalam mengembangkan UAV, terdapat beberapa area yang perlu dipertimbangkan – mulai dari desain, manufaktur, kelistrikan, hingga pemrograman. Untuk mengintegrasikan semua ini ke dalam satu pesawat, tim melakukan banyak percobaan. Hal tersebut adalah sebuah perjalanan yang panjang, tetapi mereka senang setiap kali berhasil menemukan masalah dan menyelesaikannya. Dan teknologi adalah apa yang membantu mereka untuk memecahkan tantangan.

Dalam mempersiapkan proses pembuatan pesawat, tim menggunakan Microsoft Excel. “Sifat universal Excel sangat membantu kami untuk dengan mudah menghitung dan membandingkan berbagai parameter desain, seperti pilihan bahan dan teknik pembuatan. Oleh karena itu, kami dapat mempersempit pilihan kami dan memilih bahan serta teknik yang paling cocok untuk membuat kendaraan yang ringan tanpa mengurangi kecepatan,” ujar Penanggungjawab Mekanik, Muhammad Luqman Sugiyono.

Selain bagian mekanis kendaraan, tim juga harus membuat perangkat lunak yang memungkinkan pesawat terbang secara mandiri. Untuk mendukung seluruh pemrograman yang harus dilakukan tim, mereka mengandalkan Microsoft Azure, layanan komputasi awan Microsoft.

Contoh penggunaan Microsoft Azure dalam pembuatan pesawat terbang tanpa awak

“Kami mengetahui tentang potensi yang dapat dibawa Azure ke program UAV kami sekitar tiga minggu sebelum penerbangan kami ke Turki, dan itu sangat membantu. Ini menjawab kebutuhan kami untuk melakukan pembacaan data secara real time tanpa gangguan dari jarak jauh, memprediksi posisi sampainya kargo secara real time, dan menyimpan data uji coba penerbangan untuk dianalisis dari jarak jauh. Semuanya, bahkan hingga visualisasi data, dilakukan di cloud dengan Azure. Hal ini membuat analisis data kami tidak merepotkan,” kata Daniel Simatupang, Ketua Bagian Electrical & Programming.

Dengan semua kerja kolaboratif yang harus dilakukan tim AUAV UI, mereka juga memanfaatkan GitHub, platform berbasis web untuk pengembangan dan kontrol versi perangkat lunak. Dalam istilah yang lebih sederhana, GitHub adalah platform yang dirancang bagi developer untuk membangun dan mengedit perangkat lunak secara kolaboratif, dan dengan mudah menggabungkan update mereka ke proyek utama.

“GitHub memungkinkan kami untuk menyimpan kode kami di repositori, jadi kami tidak perlu membawa USB flash drive atau penyimpanan eksternal lainnya. Ini juga memudahkan kami untuk melacak perubahan versi. Semua versi pembaruan tersimpan di GitHub, jadi sangat nyaman untuk kembali ke versi perangkat lunak yang lebih lama saat diperlukan. Hal ini semakin relevan ketika kami perlu melakukan perombakan besar-besaran pada program kami karena beberapa masalah yang kami alami selama kompetisi,” Muhammad Rizky Millennianno, Anggota Bagian Electrical & Programming menjelaskan.

Kompetisi, hasil tak terprediksi, dan mimpi besar

Karena pandemi, tim AUAV UI harus pergi ke Turki tanpa pembimbing akademis. Mereka perlu membatasi jumlah orang yang terbang.

“Saat pertama kali mendarat, perasaan kami campur aduk. Di satu sisi kami sangat bangga bisa sampai ke babak final. Namun di sisi lain, kami sangat gugup karena tidak ada pembimbing akademis yang menemani kami. Meski kami masih bisa chat dan telpon, ada perbedaan waktu cukup lama, jadi kami tidak bisa sering-sering menghubungi mereka. Untungnya semua anggota tim saling mendukung. Kami juga sempat bertemu dengan KJRI, tim Indonesia lainnya, dan Persatuan Pelajar Indonesia di Bursa. Jadi, kegugupan kami sedikit berkurang,” kata Anindya Samiya Artanti, PIC Managerial.

Di Turki, dua misi telah menunggu mereka: menerbangkan UAV berdasarkan rute dan menurunkan muatan ke lokasi yang telah ditentukan secara akurat. Setiap tim diberikan 6 kali uji terbang, satu kali per hari, untuk menyelesaikan dua misi. Tim AUAV UI sempat melakukan evaluasi besar-besaran pada perangkat lunak dan pesawat di area kompetisi, namun kerja keras itu terbayarkan. Mereka menempati peringkat 9 di antara lebih dari 150 tim yang bersaing di Kategori Sayap Tetap. Mereka juga menjadi satu-satunya tim dari luar Turki yang berhasil masuk sepuluh besar!

Daniel berkata, “Kami tidak menyangka akan pencapaian tersebut. Kami bangga dengan hasil ini dan belajar banyak hal baru yang dapat membantu kami dalam mengembangkan UAV yang lebih mumpuni lagi. Misalnya, kami perlu memperhatikan tidak hanya UAV itu sendiri, tetapi juga faktor eksternal lainnya, seperti cuaca. Karena penerbangan sangat bergantung pada cuaca, kami harus dapat menyimulasikan skenario yang berbeda tentang bagaimana cuaca dapat memengaruhi penerbangan kami dengan Azure, sehingga UAV dapat terbang dalam situasi yang berbeda.”

“Berpartisipasi dalam kompetisi ini memberi kami banyak pelajaran dan pengalaman. Dalam hal kemampuan mekanis, masih banyak yang harus kami tingkatkan, baik itu tentang pemrograman ataupun pembuatan fisik kendaraan. Namun selain hal teknis, kami juga bertemu dengan banyak tim inspiratif dari negara lain yang terbuka untuk bertukar pikiran dengan kami. Ada orang-orang yang mungkin terbatas dalam sumber daya, tetapi mampu menunjukkan semangat seorang engineer yang tangguh. Engineer seperti itulah yang kami cita-citakan,” tambah Anindya.

Seperti pepatah lama, kita tidak bisa terus melakukan hal yang sama, dengan cara yang sama, dan mengharapkan hasil yang berbeda. Dengan kelincahan, rasa ingin tahu, dan kreativitas, tim AUAV UI berhasil menunjukkan potensi besar dari talenta muda Indonesia dan menjadi inspirasi bagi orang lain untuk menciptakan hal besar berikutnya, apa pun minat mereka.

Terbanglah tinggi, Tim AUAV UI!

-Selesai-

*UNMANNED AERIAL VEHICLES MARKET – GROWTH, TRENDS, COVID-19 IMPACT, AND FORECASTS (2021 – 2026)