Lima Keputusan Teknologi Strategis yang Patut Dipertimbangkan CEO di Tahun 2019

 |   vishnum

SA

Tata Kelola Data, Budaya Perusahaan hingga Keterampilan Digital Tenaga Kerja menjadi faktor krusial mencapai transformasi digital yang menyeluruh

Oleh Haris Izmee, Direktur Utama Microsoft Indonesia. Artikel ini juga telah diunggah di LinkedIn.

HARJakarta, 4 Januari 2019: Tahun 2019 diawali dengan optimisme terhadap prospek sosial dan ekonomi masyarakat, seperti kemunculan inisiatif teknologi yang menjadi penggerak Revolusi Industri 4.0. Artificial Intelligence (AI), Mixed Reality (MR) dan Internet of Things (IoT) yang banyak diadopsi perusahaan tidak hanya menjadi pendorong utama transformasi digital tetapi juga menciptakan dampak positif yang berkelanjutan terhadap cara masyarakat bekerja, hidup, terhubung dan bermain.

Dengan dukungan instrumen kebijakan pemerintah, Indonesia merupakan salah satu negara yang terus mengadopsi teknologi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pembelanjaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang terus meningkat, dimulai dari 5,1% pada kuartal pertama hingga 5,3% pada kuartal kedua tahun 2018 (yoy). Sementara itu, International Data Corporation (IDC) memprediksi jumlah total anggaran pembelanjaan teknologi juga akan menyentuh angka US$266 juta pada tahun 2021 dengan pembelanjaan ke layanan komputasi awan, peranti keras, peranti lunak, dan layanan cloud-enabling.

Haris Izmee, Presiden Direktur, Microsoft Indonesia, menyebutkan “Kita melihat semakin banyak perusahaan yang mengadopsi teknologi untuk menjawab tantangan-tantangan yang hadir di era disrupsi ini. Beberapa industri bahkan tidak hanya terdisrupsi, tetapi juga berevolusi, sehingga adopsi teknologi dan proses digital diperlukan untuk tetap relevan dan kompetitif dengan perkembangan teknologi.”

Untuk merespon disrupsi ini, dapat menerapkan tech intensity. Tech intensity merupakan sebuah terminologi ciptaan Satya Nadella, CEO Microsoft, yang mendorong perusahaan untuk mempercepat adopsi teknologi agar kemudian fokus membangun kemampuan digital masing-masing. Lebih lanjut lagi, terdapat 5 keputusan teknologi yang sejalan dengan tech intensity.

  1. Modernisasi strategi data: Data adalah kunci proses pertumbuhan perusahaan. Pada sejumlah organisasi besar di Asia-Pasifik, yang sering menjadi tantangan bukan ketersediaan data, melainkan tenaga yang dibutuhkan untuk mengelola data perusahaan yang bertambah. Industri perbankan misalnya, membutuhkan alat untuk melacak dan menganalisis data acak dari berbagai saluran seperti perangkat, touchpoint terbaru pelanggan dan arus data pihak ketiga. Selain itu, perbankan juga mempertimbangkan sumber daya tambahan untuk mengatasi kenaikan persyaratan peraturan dan kepatuhan.
  2. Mempercepat adopsi cloud secara menyeluruh: Dari awal kemunculan platform cloud, banyak CEO yang mempertanyakan risiko keamanan data serta kepatuhan terhadap regulasi. Sejak Microsoft menghadirkan hybrid cloud (integrasi public cloud dan on-premise) di Indonesia, Azure Stack, perusahaan kini dapat memilih untuk mengaplikasikan strategi Hybrid Cloud yang memungkinkan pembagian data dan aplikasi di dua domain tersebut. Solusi ini memberikan perusahaan kemampuan untuk mengukur infrastuktur on-premise mereka melalui public cloud secara mulus tanpa harus memberikan akses pusat data kepada pihak ketiga, serta tetap patuh terhadap regulasi yang berlaku. Layanan Hybrid Cloud ini sudah tersedia melalui enam mitra lokal Microsoft di Indonesia, yaitu Telkom Telstra, CBN Cloud, ViBiCloud, Visionet (VidiaCloud), Datacomm, dan Angkasa.
  3. Pengembangan Keterampilan Digital Tenaga Kerja: Para CEO perlu memprioritaskan pengembangan keterampilan tenaga kerja agar terjadi kesinambungan antara kemampuan pekerja dan proses transformasi. Tahun ini, Microsoft Indonesia mendukung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui penyediaan Digital Talent Scholarship yang memberikan kursus intensif di bidang teknologi di kampus ternama di Indonesia. Hal ini bukan menjadi kolaborasi Microsoft yang pertama. Selama 23 tahun terakhir, Microsoft telah mengembangkan keterampilan digital generasi muda Indonesia bersama melalui organisasi non-profit Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) melalui platform GenerasiBisa!

    jn
    Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, Rudiantara (kiri) meluncurkan Program Digital Talent Scholarship dengan penekanan tombol digital menggunakan perangkat Microsoft Surface yang diserahkan oleh Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee (kanan) di Bandung, Jawa Barat, Jumat (21/09/2018)
  4. Menumbuhkan pola pikir digital: Menurut Peter Drucker, Culture eats technology for breakfast. Makna dari istilah ini adalah sebesar apapun pengaplikasian teknologi tidak akan mampu mentransformasi perusahaan ke arah digital secara menyeluruh apabila tidak dibarengi dengan perubahan budaya; budaya yang menerapkan pola pikir terbuka dan menyukai eksperimen. Budaya ini telah menjadi budaya dasar Microsoft selama 4 tahun terakhir selama bertransformasi, yang fokus menciptakan budaya learn-it-all, bukan know-it-all. Perubahan pola pikir ini mentransformasi mode bisnis Microsoft secara dramatis.
  5. Organisasi digital ditandai dengan kepercayaan (trust): Organisasi membutuhkan tahunan untuk membangun kepercayaan, yang ironisnya dapat dihancurkan dalam sekejap mata. Kepercayaan merupakan hal yang krusial bagi organisasi digital yang tidak hanya rentan terhadap serangan dunia maya tetapi juga menghadapi tantangan lain seperti regulasi yang terus berubah serta ekspektasi kepatuhan etika dalam transaksi online dan penanganan data konsumen.

Sebagai navigator dalam perusahaan, CEO merupakan penanggung jawab kepercayaan pelanggan dan perlu memastikan bahwa semua unsur kepercayaan – diantaranya keamanan, privasi, reliabilitas, transparansi, kepatuhan dan etika, semenjak awal telah tertanam pada inisiatif-inisiatif transformasi digital.

“Tahun 2019 merupakan tahun transformasi digital–dengan memanfaatkan layanan cloud computing dimana pemimpin perusahaan akan mengambil langkah untuk merespon bentuk ekonomi baru: ekonomi digital. Dalam merespon hal tersebut, para CEO perlu mempertimbangkan 5 keputusan teknologi tersebut untuk memperkuat strategi digital mereka dan menjadi lebih kompetitif di industri,” tutup Haris.